Sebuah Deep Talk Bersama Suami


curhatan-rumah-tangga


Ceritanya, aku mau mengabadikan perasaanku dan juga  bincang-bincang yang kita lakukan secara tidak sengaja di hari Minggu siang itu.

Hari itu, dengan padatnya kegiatan di pagi hari, karena aku sudah mulai berjualan nasi Jinggo dan suami kalau weekend juga ikutan bantu, dan alhamdulilah nya kita buka sampai jam 11 siang. Berhubung, aku juga sambil ada sensus penduduk gitu, trus agak kaget ternyata ditanya pendapatan.

Dan ini ternyata ngga lama dan secara ga sadar juga bertengger di alam pikiranku dan seperti biasa, aku jadi kepikiran, emang si overthinking huhu.

Setelah beresin dagangan yang kita malah beli jamu dan jug bakso cilok, aku mandi dan juga udah beli makan siang, kebetulan pengen banget nasi Padang dengan lauk favorit telur dadar Padang plus terong balado. Aku duduk di tempat tidur dan suamiku sedang santai.

Tiba-tiba, aku memberanikan diri buat membuka percakapan. Agak sedikit sensitif karena lagi-lagi soal financial dan aku itu lebih pengen ngobrol, yuk kita kedepannya bisa yuk lebih growth gitu. Dan malah didominasi oleh air mata.

Aku kadang suka heran sama diriku sendiri, mau cerita sama suami, hal-hal yang ada di rumah tangga, mau aku obrolin, ujung-ujungnya kenapa aku itu gampang banget nangis.

Yah, intinya aku udah semakin lega dengan obrolan mendadak di siang hari itu. Bahwasannya, sekali lagi, aku ngga boleh kebanyakan melihat dan terbersit untuk membandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Kita ngga ada di sepatu mereka, dan mereka juga ngga ada di sepatu kita.

Awalnya pembuka percakapan itu soal path carrier. Aku bilang, kepikiran aja gitu sama aku, kalau ditarik garis lurus secara carrier, aku udah kerja dari tahun 2014 dan hitungan matematika nya sudah 8 tahun bekerja. Kalau di tempat yang sama dengan bidang karier yang sama, mungkinkah gaji aku sudah sekian dan jabatanku sudah sekian yang. Kenapa aku ambil pilihan untuk switch carrier dan mau mengulang dari nol. Aku cuma biasa awalnya, tapi ketika suami jelasin semuanya, auto mewek akutuh.

Kata suami, sekarang itu bukan kita kerja di mana, tapi setiap hari kita ada bekerja alias ada pekerjaan. Dan jangan pernah menganggap ojol-ojol yang sudah tua kasihan, karena sampai ngojek, justru mereka semakin berdaya. Usia pensiun tapi masih bekerja, ada pekerjaan yang mereka bisa lakukan. Sekali lagi jangan money oriented, dan ini bikin aku makin cirembay huhu. 

Jarang-jarang aku bisa cerita kayak gini di blog, tapi pada akhirnya aku ingin menulis sesuatu yang menghangatkan hati di blog. Semua tentang apa yang aku rasakan, apa yang aku lewatkan dari perjalanan hidup, ingin banyak aku tuangkan di blog. 

Ketika suatu saat aku terpuruk, aku punya kilas balik dari tulisanku sendiri, aku tulis secara sadar.

1 komentar

  1. Dulu aku pun money oriented banget mba .. sampe kayaknya segala sesuatu diperhitungkan dengan uang. Tapi lama2 capek memang. Serasa ga ada puas nya. Dan malah ujung2nya ga nikmatin hidup.

    Apalagi kalo udh bandingin Ama temrn2 atau sodaraku yg lebih sukses, kayak envy aja bawaan 😅.

    Tapi skr jadi sadar sih, ga ada gunanya juga kalo segala sesuatu hanya based on uang. Mendingan syukurin aja yg ada lah, dan nikmatin. Toh kita mati2an cari duit buat bahagiain keluarga juga :)

    BalasHapus