Saat sedang mengendarai motor, saya berpapasan dengan seorang pria paruh baya dalam keadaan rambutnya gimbal, aroma yang semerbak dan hanya menggunakan celana untuk menutupi organ vitalnya saja. Disaat itu, banyak anak-anak yang berbisik-bisik sambil berteriak bahwa mereka harus segera berlari, jika tidak ingin dikejar-kejar oleh pria paruh baya tersebut.
Miris melihatnya, bahwa literasi tentang ilmu kejiwaan di lingkungan keluarga, tentunya harus sudah mulai diperbincangkan. Mengajak anak-anak untuk tidak mengolok-olok, memperlakukan tidak sebagaimana mestinya, tidak saling mengajak teman-temannya untuk merasa takut terhadapnya.
Permasalahan mental ini memang sudah menjadi issue sejak lama, dan semakin berkembang pesatnya digital, generasi sekarang mulai sangat peduli dengan kesehatan mental. Mereka secara mandiri mengecek diri mereka apakah mereka membutuhkan bantuan untuk gejala atau perasaan yang dirasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, hingga hadirnya berbagai macam layanan kesehatan mental yang dapat diakses secara online.
Setiap tanggal 10 Oktober, kita peringati sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia. Dunia online, terutama social media banyak sekali yang aware dan berlomba-lomba untuk mengajak semua masyarakat untuk aware terhadap kesehatan mental dirinya. Ketika kita merasa membutuhkan bantuan, jangan ragu untuk menghubungi ahlinya dan jangan merasa kalau kita selalu sendirian.
Faktor-Faktor Seseorang Mengalami Gangguan Mental
source: riaugreen.com |
Apa saja yang menjadi faktor-faktor bahwa seseorang mengalami gangguan mental, padahal gangguan mental sendiri sangat kompleks. Namun dari beberapa poin berikut dapat sedikit menjelaskan faktor-faktornya tersebut:
- Genetika seseorang yang berasal dari faktor keturunan, baik Ayah atau Ibu.
- Adanya tekanan dalam kehidupan sehari-hari yang membuatnya tidak menemukan solusi yang tepat dan hanya dipendam dirinya sendiri.
- Kejadian traumatik yang dialaminya selama hidup. Baik dalam pengalaman masa kecilnya yang mengalami kekerasan, pelecehan atau hal-hal lainnya yang membuat ia trauma dan bertumpuk dari tahun ke tahun
- Mengalami bullying, korban yang mengalami bullying bisa jadi mengidap depresi dan juga tekanan mental. Belum lagi jika ia mendapatkan ancaman untuk jangan melaporkan hal-hal sebagaimana pembully memperlakukannya.
- Korban kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun verbal, kerap kali mengalami depresi yang berkepanjangan sekaligus traumatik.
Jika melihat faktor-faktor ini, tentu saja hal ini tak jauh dari aktivitas sehari-hari kita dan potensial seseorang untuk mengidapnya sangat besar. Jika kita menemukan diri sendiri mengalami salah satu faktor, bahkan teman atau keluarga terdekat mengalaminya jangan ragu untuk selalu mencari perbantuan dan harus selalu dalam pendampingan dan juga pengawasan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang masih enggan untuk mau terbuka dan menjalani pengobatan mental ini karena label dalam lingkungan sosial kita yang masih belum teredukasi tentang Kesehatan Mental itu sendiri. Selalu melabelkan gangguan kesehatan mental ini dengan sama rata yaitu ODGJ. Padahal dalam gangguan kesehatan mental ini, ada diagnosa sendiri-sendiri. Mulai dari Bipolar, Skizofrenia, Depresi, Demensia, Gangguan Makan, Gangguan Mood, Gangguan Kecemasan, Gangguan Psikotik, Gangguan Tidur, dan lain sebagainya.
Hal inilah yang menyebabkan bertumpuknya rasa “tidak baik-baik saja” dalam diri seseorang sehingga bom waktu itu tiba, dan sudah semakin memperparah keadaannya. Bahkan masih memperlakukan pasien dengan gangguan kesehatan mental sebagai Aib dalam sebuah keluarga, meminta korban untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME atau melakukan pengobatan dengan tidak disertakan pada ahlinya, seperti dikucilkan dari masyarakat, dipasung atau dikurung sehingga tidak bertemu dengan dunia luar.
Butuhnya edukasi-edukasi tentang gangguan kesehatan mental ini menjadi penting, sehingga kedepannya semakin turun angka penyintas kesehatan mental dari tahun ke tahun, karena sudah sadar sejak awal tentang keadaan dirinya sendiri dan keluarga terdekat serta masyarakat teredukasi dengan baik apa itu kesehatan mental dan pentingnya mencari bantuan ahlinya, yaitu layanan psikolog.
Pradipta Suarsyaf, Sosok Inspiratif dalam Program ODGJ Asuh
dr. Pradipta Suarsyaf, MMRS, FRSPH, direktur RS. Lancang Kuning, kota Pekanbaru, Provinsi Riau ini sangat menyadari kondisi ini dan ingin melakukan perubahan nyata di dalam masyarakat. Selain literasi mengenai kesehatan mental yang rendah, keadaan ekonomi membuat mereka segan untuk berobat karena terkendala oleh pembayaran saat mereka selesai berkonsultasi dan mendapatkan obat. Sehingga di RS Lancang Kuning ini diadakan program ODGJ Asuh untuk menyelesaikan beberapa permasalahan pada pasien ODGJ.
Misi dr. Pradipta Suarsyaf pada program ODGJ Asuh ini kedepannya sangat ingin RS. Lancang Kuning menjadi center of health yang paling terdepan dalam menangani kasus-kasus para pejuang mental yang berpihak kepada masyarakat kurang mampu di Riau dan di seluruh Indonesia. Program ODGJ Asuh ini juga berkolaborasi dengan Sentra Abiseka, yang merupakan lembaga di bawah Kementrian Sosial yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, guna bersama-sama dengan para pasien ODGJ yang telah dinyatakan sembuh untuk mengikuti pelatihan yang membuat dirinya terbangun rasa percaya diri, optimis dan melatih skill agar bisa diterima di lingkungan masyarakat karena terbiasa dengan menjalani kehidupan sehari-hari yang didampingi dan diawasi.
Sehingga dr. Pradipta Suarsyaf mendapatkan penghargaan ASTRA SATU Indonesia Awards kategori kesehatan tahun 2023 sebagai bukti bahwa penghargaan ini mendapati apresiasi tertinggi di masyarakat yang semakin sadar betapa pentingnya kesehatan mental dan para pasien gangguan kesehatan mental ini dapat diterima kembali di masyarakat.
Tidak ada komentar
Posting Komentar