Film Tilik (2018) dan Film Cream (2017) : Review Asik Dari Dua Film Pendek

revie-film-tilik
(Review film Tilik 2018 dan Cream 2017, Rekomendasi Film Pendek Buat Kalian. Dokpri)

 

Hai semuanya!

*pretekin jari* karena kali ini baru mulai lagi review film setelah terakhir review itu The Haunting of Hill House yang setelah kupikir-pikir, kok banyakan mengulas film-film luar ya? Oke deh habis ini mau review film-film Indonesia tentu dengan sisi pendekatan yang kece banget dari film nya.

Kalian pasti tau kan kalo rasanya dunia hiburan ini rasanya tidak lengkap tanpa kehadiran media-media hiburan seperti konten video, film pendek, bahkan film ataupun serial yang pastinya akan membidik para penikmat industri hiburan ini.

Baca Juga: Film Ambu, Karakter Laudya Cintya Bella Dengan Suku Badui Kece Banget!

Review Film Cream (2017)

Kita mulai dari Film Cream (2017) yang baru aku tau ada film berdurasi 12 menit aja yang menggambarkan dunia ilmu pengetahuan dan juga kepemerintahan yang mampu menekuk lutut pembuat dari "cream" itu sendiri.

Cukup sarkas untuk menggambarkan film Cream ini dari sudut pandang aku yang menikmati setiap durasi-durasi film ini. Dengan audio menggunakan pelafalan dalam bahasa Inggris yang cukup bisa dinikmati selagi santai dan memunculkan beragam opini ketika kita selesai menonton film Cream ini.

Semua penokohan dalam film Cream ini dibuat dalam bentuk animasi dan agak-agak seram sih kalo menurutku penggambaran animasinya. Tapi it's okay kok untuk dijadikan referensi dalam film pendek dan aku sangat bersemangat untuk mengulasnya.

Pemeran utama dari film Cream ini digambarkan oleh sesosok professor atau scientist bernama Dr. Jack Bellifer yang dengan jerih payah memanfaatkan perkembangan teknologi, berhasil menciptakan sebuah produk "cream" yang digambarkan dalam bentuk cepuk lalu free trail kepada orang-orang yang mengalami ketidaksempurnaan.

Mengobati ketidaksempurnaan (Review Film Cream 2017)

Pada awalnya aku mikirnya 

"oh ini cream buat para wanita-wanita yang mengalami ketidaksempurnaan pada wajah seperti kerutan, flek hitam, atau bahkan menghilangkan jerawat"

Eh tapi makin lama kesini-kesininya, aku dibawa ke scene yang mana cream ini bisa menghempaskan ketidaksempurnaan yang dimiliki oleh manusia bahkan berlaku juga kepada objek-objek mati, seperti televisi dan mobil. 

Bayangkan, ketika orang yang mengalami kecelakaan lalu dioles cream ini, langsung kondisinya menjadi sempurna kembali, lalu mobil jadul dioles cream ini bisa jadi mobil keluaran terbaru dan lebih bikin berdecak kagum adalah bisa memperbaiki gangguan pada bagian otak di dalam kepala.

Aku melihat ada sesosok orang yang seperti sedang dikejar deadline, lalu menyuntikkan cream ini di kepalanya, lalu menjadi lancar mengetik dan mengerjakan deadline pekerjaannya. Ada lagi yang lebih menakjubkan, bisa menduplikasi benda-benda yang kita butuhkan, lalu membuat uang, perhiasan, dengan membalurkan cream ini aja. WOW bukan?

Konflik timbul ketika dinyatakan seperti konspirasi dalam dunia ilmu pengetahuan, bahwa cream ini disinyalir terbuat dari jenazah seperit bayi-bayi yang sudah tidak bernyawa, lalu siapa yang menggunakan cream ini akan mengidap penyakit AIDS.

Dimana teknologi diciptakan akan mengeliminasi profesi dan kesempatan sebagian orang, dimana sudah tidak ada lagi pekerjaan sebagai dokter kulit, tukang service, dealer mobil atau orang-orang tersebut sudah terobesesi dengan bentuk kesempurnaan yang mereka percayai. 

Hingga pada akhirnya cream ini ditutup oleh pemerintahan dan Dr. Jack Bellifer meghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara dan dituduh sebagai pelaku pemerkosaan, membuang-buang waktu, menyalahgunakan ilmu pengetahuan (scientist) hingga ia tidak boleh menginjakkan kakinya lagi pada dunia scientist. 

Serem ya! Kebayang kalo ini kejadian di hidup kita secara nyata, tapi tidak ada hal yang tidak mungkin lho, kasus Cream ini terjadi di kehidupan nyata ini seiring perkembangan teknologi dan adanya globalisasi yang semakin kuat.

Review Film Tilik (2018)

Selesai pada review film Cream, selanjutnya kita menuju film pendek yang menjadi viral dalam beberapa hari di Twitter oleh sosok Bu Tedjo dari film Tilik (2018).

Film Tilik 2018 ini booming di 2020 mungkin karena the power of social media, dan juga makin lama industri perfilm-an Indonesia membungkus premis-premis yang ciamik dalam bentuk film pendek yang akhirnya bisa diangkat menjadi film layar lebar.



Jujur aja, penggunaan bahasa Jawa saat ini tuh makin booming juga, semenjak adanya sobat ambyar dari alm. Didi Kempot, seolah-olah semuanya menjadi begitu bersahabat dengan bahasa Jawa ini. Jujur aku pernah tuh cerita sebagai anak yang lahir di tengah keluarga Jawa Timur dan  Sunda menjadikan bahasa ibuku adalah Bahasa Indonesia.

Nah, aku bisa bahasa Jawa itu sejak kuliah, karena kuliah di Malang, Jawa Timur. Bersyukur akhirnya aku bisa multi bahasa, walaupun jadinya ga expert-expert banget seperti gabisa bahasa kromo inggil, tapi ini berguna kalo pergi travelling kemana-mana jadi bisa mengikuti culture dan ngobrol dengan bahasa daerah mereka.

Baca Juga: Gak Bisa Bahasa Jawa Tapi Kuliah di Malang. Seriously?

Aku menikmati film Tilik dengan durasi kurang lebih 30 menitan yang ternyata bikin aku rindu sama vibes pedesaan penuh dengan ramahnya orang-orang, dan kalo pas ada yang sakit, ya mereka akan saling nilik'i (menjenguk) ini jadi suatu budaya yang sangat erat bagi mereka sebagai bentuk manusia sosial.

Karena aku pernah tinggal di Nganjuk selama kurang lebih 6 tahun, jadi aku berasa banget vibes kekeluargaan, plus disini mereka Tilik nya pakai Gotrek (truck) menuju rumah sakit dimana Bu Lurah dirawat.

Melihat Kebenaran Berita (Jangan Hanya Percaya Dari Internet)

Kita beneran disuguhkan oleh para pemain yang memiliki karakter yang begitu kuat, meliputi Bu Tedjo yang menurutku aduuuh ibu satu ini super nyinyir dan selalu punya topik untuk dibahas habis-habisan. Dan sosok Bu Tedjo ini seperti memperlihatkan dialah strata yang cukup tinggi daripada yang lainnya.

Kabarnya juga suaminya Bu Tedjo ingin menggeser posisinya Bu Lurah yang saat ini ambruk (sakit) di rumah sakit. Dan perjalanan itu dipenuhi dengan opini-opini yang belum tentu kebenarannya dan kalaupun benar, nah yang kayak gini ini jadi bibit-bibit ghibah.

Bu Tedjo selalu beradu argumen dengan Yu Ning yang selalu menyangkal segala komentar Bu Tedjo mengenai seorang gadis bernama Dian yang menurut riset-risetnya ini sedang dekat dengan anaknya Bu Lurah, Fikri namun ditemui di postingan sosial medianya banyak menyiratkan dia seperti perempuan tidak benar.

Walah, Bu Tedjo ini seperti miliki power untuk menggiring opini agar para ibu-ibu percaya dengan argumennya beliau dan menggunakan internet untuk memberikan fakta-fakta serta cerita nyata seperti dia pernah nemuin Dian muntah-muntah tapi saat ngeliat dia, bukannya menegur sapa, tapi malah ngacir.

Menurutku film Tilik ini begitu bagus mengingat banyak hal-hal yang bisa dipetik dari film Tilik ini dan diakhir juga Yu Ning seperti terkena "batu" nya karena tidak mengecek dengan informasi terkini bahwa Bu Lurah masih belum bisa dijenguk. 

Lalu apakah benar Dian sosok bunga desa ini adalah perempuan yang suka menggoda para suami-suami di desanya Bu Tedjo? Lekas nonton deh, penyegaran banget buat aku yang rindu sama bahasa Jawa hehe.

Sekarang tugas kalian menentukan mau nonton Cream dulu apa nontok film Tilik dulu nih guys? Karena dari kedua film ini kita bisa menemukan hal-hal unik yang bisa dijadikan bahan pembelajaran untuk hidup. Ada gak dari kalian yang punya rekomendasi film pendek yang bagus? Share ya!

4 komentar

  1. Film sudah lama tapi baru viral sekarang. Duh, kalo lihat tipenya bu Tejo ini emang ada di dunia nyata.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada banget kak di dunia nyata, yang bikin gregetan ya haha

      Hapus
  2. Baru pertama kali berkunjung kesini karena liat ada yg bahas film pendek indonesia. Kebetulan aku juga kemarin abis nonton short movie, aku bisa kasih rekomendasi “Lemantun ,dan Menanti keajaiban” bagus2 sih mba sebenernya film pendek indonesia tuh.

    Kalau dari reviewnya mba, Aku kayaknya penasaran sama yg Cream, agak horor ya hehe. Bisa sharing ya mba kalo ada yg mirip sama film Cream 😆

    Nice to having blogwalking here, salam kenal ya mba :))

    BalasHapus
  3. Harus berterimakasih sama alm maestro Didi Kempot dong ya. Karena berkag beliau bahasa Jawa bisa diangkat dengan PD baik dalam film ataupun lagu lagu yang banyak viral. Ahahaha kalau film cream belum pernah dengar malah ((duhh kemana aja aku))

    BalasHapus