Dimanakah Ibuku (Fiksi Mini)


Sayup-sayup dari suara adzan kian memekakan telinga, kini aku ingat bahwa tepat di hari itu aku tidak melihat wajah teduhnya lagi. 

Sejak saat itu yang aku tau hanyalah serangkaian cerita dari orang-orang seperti gunjingan. 

Apakah aku marah kepada ayahku? Ah sudahlah, marahku sampai tidak tertakar karena kekecewaan yang begitu berat. 

Hari demi hari, sepertinya aku tumbuh dewasa secara sendirinya.

Ketika orang lain dengan riang dan gembira bisa melakukan banyak kegiatan dengan ibu tercinta, aku bisa apa? 

Harta yang dimiliki oleh ayahku begitu banyak dan sepertinya tidak akan pernah habis, heran juga aku apa yang beliau kerjakan. 

Aku hampir tidak mau tau apa pekerjaan ayahku. Dengan menyapa dan sarapab pagi bersama di meja makan saja sudah bagus menurutku. 

Sayangnya aku heran, kok ayah tidak nikah lagi ya? 

Pikirku hanya selintas saja dan segera aku tepis karena buat apa aku memikirkannya. 

Sedari kecil hingga aku mengerti bagaimana cara baca dan tulis, aku sudah tidak tau mana ibuku sebenarnya. 

Aku tanya ke ayahku, hanya dijawab kalo aku tidak memiliki ibu sejak lahir.


"Lalu aku lahir dari langit gitu?" 


Bahkan kupingku ini rasanya sudah tebal menerima cemoohan dari satu sekolahan karena aku tidak memiliki ibu seperti mereka. 

Aku juga memiliki rambut panjang dan hitam tergerai indah, tak jarang banyak juga media yang ingi meliput aku. 

Karena kagum dengan panjang dan indahnya rambutku ini.

Aku tidak begitu kesepian karena di rumah sejak aku kecil, aku bersama dengan si mbok. 

Mbok ini usianya seperti 5 tahun lebih tua dari ayahku dan sifatnya yang begitu sabaran dan karenanya juga aku bisa kuat menjalani hari-hari. 

 

Sempat terpikirkan olehku, apa jangan-jangan dia ibu ku ya? 


Lalu aku menepuk pipi kiri dan kananku, mana mungkin ayahku bisa sehalu itu sampai seorang ibu malah dijadikan pembantu di rumah sendiri.

Suatu saat sepulang aku sekolah, aku gak sengaja ingin menaruh pakaian kotor di keranjang laundry yang dekat dengan kamar si mbok. 

Kok rasanya aku penasaran ingin masuk ke kamarnya. 


Masuklah aku ke kamarnya dan tanpa sengaja menemukan sebuah cincin, yang kiranya bukan cincin murahan. 


Itu cincin berlian! 


Wah daebak, batinku, hebat juga ya si mbok ini bis beli cincin berlian.

 

Yasudah aku biarkan cincin tersebut kembali pada tempatnya dan tak sengaja ada sebuah foto yang sangat jadul sekali. 

Sekiranya foto yang sudah kena rembesan air hujan karena rumah bocor deh. 

Tidak jelas siapanya tapi yang bikin aku shock setengah mampus adalah disitu ada wajah ayahku dan aku yakin wanita yang menggendong bayi baru berusia 2 minggu itu wajahnya mirip si mbok banget. 

Aku mau pingsan rasanya ketika mencoba mengamati dengan lamat-lamat. 

Lalu tanganku dengan lincahnya membuka penutup foto dan mengeluarkan isinya dan melihat ada keterangan tulisan aksara sambung  di belakang fotonya. 


"Aku selalu mencintaimu bagaimanapun keadaannya"- Hadi


Iya Hadi adalah nama ayahku. 

What? Jadi si mbok ini sebenarnya ibuku sendiri. Aduh aku harus berbuat apa dong sehabis ini? 

Disatu sisi aku bahagia dan senang karena ibuku adalah si mbok yang memang sudah kuanggap seperti ibu kandungku sendiri.

Sisi lainnya aku bertanya-tanya kenapa ayah tega melakukan hal ini sama istri yang katanya ia selalu cintai.

................

Tidak ada komentar

Posting Komentar