Mengenali Jejak yang Telah Berlalu

Postingan ini sedikit drama ya, aku menemukan tulisan ini draft dan telah lama terependam karena belum waktunya untuk di share. Ini hanya sebagian dari rasa bersyukurnya aku melewati proses kebersamaan dalam menjalani hidup, dan betapa aku sangat merindu keberadaan Ayah saat itu. 

Yakinilah, apa yang telah kamu tebar di hari-hari ini adalah sebenarnya apa yang akan kamu dapatkan ketika esok menjelang.

Aku terkadang merasa terlalu naif, untuk bisa hidup bak seorang yang sangat meikmati arti dan makna kehidupan tanpa ada rasanya lelah sedetik pun.

Ketika lelah itu menyergap, adakalanya aku hanya bisa mengingat bait-bait lama yang isinya membuat aku menguraikan dari seberapa besar perjuangan seroang ayah yang harus pergi jauh dengan menyebrangi berbagai macam pulau, mau berlelah menahan gejolak rindu dan gejolak lain yang aku pun tidak mengerti.

Mungkin, ini yang dinamakan sebagai sebuah jalan kehidupan, adakalanya saat awal pernikahannya masih seumur jagung, 1-5 tahun, Ayah memilih untuk berwirausaha dengan berbisnis sendiri dan mengandalkan hasil secara penuh dari sana, namun ketika sebuah tuntutan kehidupan semakin besar, mau tidak mau dan seolah tida ada pilihan lain, Ayah mengambil opsi tersebut untuk dapat kembali membuat istri dan anak-anaknya tercukupi dengan baik.

Adakalanya hal ini terkesan seperti rengekan seorang anak yang ingin selalu berada di samping Ayahnya dalam setiap waktu.

Membersamai tumbuh kembang hingga menyaksikan sendiri bagaimana kerasanya perjuangan seorang Ayah, sehingga tercetus  "Ayah tahu-tahu kamu sudah besar nak". Ini adalah sebuah puisi dan bait sederhana tentang pertemuan denganmu ketika ada seseorang yang akan meminangku. Dan ini bentuk curahan hatiku saat itu, merasakan ketidakberdayaan rasa menuju kepastian rasa.

"Pada suatu malam yang cukup emmebaut hati siapa saja beku dan menggingil karena saking termakan oleh suhu yang tidak mau melonjak naik, aku masih saja terdiam di atasa permbaringan sambil menatap ke atas langit-langit kamar tidurku.

Lampu sengaja aku matikan

Denganmu kini ak tidak sengaja menciptakan sebuah percakapan yang sedikit konyol. Hal ini berkaitan erat dirimu denganku. Awalnya mungkin hanya sebagai bahan bercandaan, bahwa aku dan kamu sedang tidak mengalami keconongan hati kepada apapun. Namun, jika benar, waktunya sudah tiba dan aku harus bisa apa selain menerimamu dengan sepaket kekurangan dan kelebihanmu itu.

Kali ini, tolong jangan coba untuk membercadakan aku dengan leluconmu yang sangat tidak lucu itu terkai hati mana yang akan berlabuh dengan jodohnya masing-masing. Sekali lagi jikalau kita memang ditakdrikan bersama maka apa yang akan kamu lakukan kisanak?"


Terima kasih sudah membaca, jangan ada yang sedih ya. Semua akan indah pada waktunya, yakini itu. Keep smile and happy life.

Tidak ada komentar

Posting Komentar