Menyandang Status Sebagai "Narablog" Saat ini Tidak Sekedar untuk Eksistensi

Hai sobat bloggers semua. Apa kabarnya postingan pagi ini, sudah dapat berapa jumlah page views dan DA/PA nya nih? 

(source: klik bit.ly/kompetisiblognodi)




Selayaknya telah memilih untuk terjun sebagai narablog (blogger) tentu sudah bukan hal asing lagi dengan istilah dan juga pertanyaan di atas kan? Nah, kebetulan banget mas Nodi Harahap membuat kompetisi blogging dengan tema “Bangga Menjadi Narablog Pada Era Digital” dan alhamdulillah aku berkesempatan banget buat ikutan disini, makasih banyak ya mas telah memberikan panggung sandiwara ini. Oke deh aku disini bakal banyak cerita dan semoga teman-teman mengambil sedikit inspirasi dari tulisan yang berasal dari hati ini. 

Berawal dari hobi membaca yang terus dibangun dari keluarga yang sangat support, hingga berbagai majalah di lahap juga sebagai bahan bacaan, karena tanpa bacaan duniaku seperti hampa. Lalu aku mulai terbiasa menulis buku diary dari SD hingga SMA, dan untuk saat ini aku merasa sedih karena semua cerita dari buku diary itu tak bisa aku selamatkan seperti sekarang ini hanya dengan mengakses platform online, kita bisa membuat sekedar draft jika masih malu-malu kucing untuk membagikannya pada publik. Berbanggalah dan berbahagialah teman-teman kaum millennials ini.
  
Dari hobi nulis diary, membuat aku pada akhirnya bercita-cita menjadi seorang penulis buku hingga tak pernah terlewat untuk membeli novel. Karena pernah berada pada himpitan ekonomi, papah masih saja mengusahakan anak-anaknya terutama aku disini untuk bisa melahap sebuah bacaan. Effort nya adalah membeli buku cerita bekas dan masih layak untuk dibaca. Tak jarang juga aku menyewa beberapa buku novel dan dikembalikan pada 3-5 hari kemudian dan aku harus menabung untuk bisa menyewa itu. Keren banget papahku ini. Hati aku ini sungguh tak tega kalo harus meminta uang kepada mamah papahku waktu itu. Cita-cita itu kian berkembang seiring dengan pertumbuhan aku sebagai seorang manusia yang ideal yaitu lulus SMA lalu kuliah untuk tetap menulis bagaimanapun kehidupan yang akan dilalui.

(kegiatan narablog bisa dimana aja)


Ketika aku kuliah, aku sudah mengenal sebuah platform buat menuliskan di dunia digital hanya sekedar untuk menumpahkan uneg-uneg harian yang kayaknya receh banget tapi suatu saat nih, saat moment itu udah lewat, kita akan merasakan banyak-banyak terima kasih kepada diri kita sendiri karena sudah mau bertumbuh dan berkembang dan itu bisa dilihat hanya dari membaca tulisan lama. Betapa hebatnya sebuah platform blog waktu itu. Lalu aku sempat pasif lama sekali hingga pada tahun kedua aku bekerja dan mengalami tekanan pekerjaan yang bikin aku serasa ingin memecahkan kepala dan hati ini karena sebegitunya tekanan pekerjaan itu, tak jarang ada rasa ingin hengkang dengan cepat. Namun dengan hadirnya tulisan, aku bisa tetap "waras' hingga saat ini karena rutin menumpahkan uneg-uneg yang tidak ter-publish hanya sebagai media mengalirkan rasa saja. Dan dari situlah aku mulai bergeser ingin menulis buku dan tidak menyentuh lagi platform digital manapun (seperti blogging gitu). 

Saat menulis buku, aku nikmatin banget prosesnya sampai-sampai pernah tertipu banget dalam sebuah kelas menulis yang menjanjikan umroh bareng-bareng dan aku berusaha move on dan tidak mencoba membenci jalan yang aku pilih ini. Ada di satu titik yang menyadarkan aku untuk tidak boleh terus-terusan menjalani hidup seperti dikejar-kejar oleh sesuatu yang aku tidak suka. Dan pada sebuah doa aku bermunajat untuk diberikan kemudahan dalam memilih dan menjalani hidup dengan apa yang selama ini membuat aku terus merasa hidup, yaitu menulis. Ada juga drama yang sampai saat ini belum terselesaikan dengan adanya draft buku yang masih menggantung dan belum terbit-terbit karena ada sesuatu masalah internal yang semoga terselesaikan di tahun ini, bantu doanya ya teman-teman. 

(Se-happy itu buat jadi narablog)


Pada akhirnya aku bertekad untuk apapun platform yang aku pilih nanti, yang aku pegang teguh adalah aku terus menulis. Ketika sebuah era ini datang kepadaku dan aku secara gamblang mengatakan bahwa aku siap menghadapi dan berperan sebagai stake holder yaitu narablog dan mengusahakan penuh didalamnya. Doa itu pada akhirnya terkabul dengan aku meninggalkan pekerjaan lama karena posisi fundamental nya adalah karena aku telah menjalani LDM dengan suami selama 3 bulan dan mengambil win-win solution berupa aku harus resign dari pekerjaan di Bandung. Pada awalnya merasa ada sesuatu yang hilang dari rutinitas, namun karena sedari awal suami merasa lega karena melihat aku fokus pada menulis aku jadi terpacu semangatnya untuk terus menggali potensi sebagai narablog ini. 



Sejujurnya, aku merasa diri ini belum pantas menyandang status sebagai narablog, karena blog yang aku buat ulang ini baru berumur kurang dari satu tahun. Sebenarnya ada satu web yang dari 2017 aku banyak merekam jejak di dalamnya, namun sayang aku belum menemukan “klik” hingga web tersebut menjadi sarang laba-laba karena memang aku isi hanya dengan tugas-tugas matrikulasi waktu mengikuti kelas Institut Ibu Profesional. Karena telah memutuskan untuk membuat platform baru dengan bantuan blogspot, aku mengisi pertama kali pada bulan Agustus dan itu aku masih berpikir bagaimana menyuguhkan blog yang bisa bagus-bagus seperti mastah di luaran sana. Dan dari sinilah aku bisa menemukan benang merah yang membuat aku tidak merasa bahagia saat menulis, karena salah satu faktornya aku selalu membandingkan diri ini dengan kesuksesan orang lain sehingga menghambat langkah perkembangan diri kita sendiri. Keren ga sih dengan proses menulis ini sebagai narablog, aku bisa menemukan puzzle-puzzle dari rasa ketidak percayaan diriku dalam melakukan sebuah hal yang ternyata bisa sangat produktif. 

Dengan masuknya aku pada komunitas Bandung Hijab Blogger, dari sanalah aku selalu rajin mengisi konten karena ada kewajiban blog walking selama seminggu 2x dan merasa sangat rugi aja kalo ga ikutan. Hal itu terus berjalan seiring dengan kegalauan aku setelah resign, apalagi ketika di japri oleh mantan atasan dan menanyakan apakah melanjutkan untuk mencari pekerjaan yang serupa lagi? Otomatis aku menjawabnya tanpa ada sebuah rencana yang ter-planning, yaitu aku jadi narablog (blogger).


 
Sungguh kenikmatan Allah itu tidak berupa dengan jatuhnya uang bertriliun di atap rumah ya, ketika menemukan tempat bekerja yang “gue” banget ini, aku merasakan nikmat yang tiada tara. Event pertama yang aku datangi adalah acara di UN Nation bersama Blogger Perempuan dan disana aku bisa bertemu dengan para blogger senior seperti mba Dian Restu dan mba Damar Aisyah makin membuncah rasa semangat aku untuk menjadi Narablog pada era digital ini.

Alhamdulillah dari sanalah aku banyak mendapat sekali pelajaran hidup bahwa menjalani hobi itu sangat mengasyikan walaupun ada aja yang bikin keki yes. Dan kebanggaan aku ini ingin aku sebarluaskan dalam rangka mengedukasi kepada para tetangga yang usia nya di antara 50-70 tahun yang kerap menegur aku karena aku tidak bekerja kantoran dengan berangkat pagi dan pulang menjelang petang. Karena rasanya masih berat untuk menjawab sebuah pandangan yang seperti tidak berguna karena tidak bekerja kantoran, semoga suatu masa nanti hal perubahan seperti ini membuka lebar-lebar mata kita dalam menilai sebuah pekerjaan. Pahit dan manisnya menjadi narablog itu banyak banget diantaranya:

  1.  Pernah menjadi bahan konten cuitan karena menyinggung masa lalu, murni nya aku menuliskan itu karena ada tema challenge dari Blogger Perempuan. 
Baca juga:  Dalam Berorganisasi Banyak Hal yang Pernah Disesali, Namun Sekarang Justru Disyukuri
  1. Terserang batuk dan flu karena belum terbiasa dengan kemacetan berjam-jam perjalanan menuju event sebuah brand saaat seorang narblog di undang
Selain pahitnya, tentu ada manisnya, yaitu:
  • Memperbanyak networking dan membuka pertemanan yang baru 
  • Bisa memukan jati diri sendiri karena sujujurnya menulis blog adalah proses berkenalan dengan diri sendiri
  •  Dengan adanya kenalan diri sendiri, menjadikan aku bisa mengerucutkan tema blog pada kuliner, traveling and beauty
  • Bisa menjelajah Jakarta dengan public transportation tanpa harus bingung, ini menjadi kebanggaan tersendiri bisa sampai di event dengan memanfaatkan moda public transportation 
  • Hebatnya saat akhir Desember kemarin aku pada akhirnya bermigrasi menjadi domain ber-TLD (Top Level Domain) serta banyak masukan dalam mengubah thema template blog serta sekedar memahami side bar yang sempat aku tunda berbulan-bulan karena ga ngerti dan suka acak-acakan hasilnya setelah di setting. 
-   
Dan aku merasakan tantangan baru dan belajar banyak dengan tugas-tugas besar sebagai narablog pada era digital ini yang aku paparkan secara berbeda dari tulisan yang pernah aku posting.


  •  Menjadi Full Time Blogger
 Membuat jadwal harian sama seperti saat aku bekerja di perusahaan yang mempunyai beberapa time breakdown. Bedanya, saat ini harus lebih ideal lagi karena tidak bisa dipungkiri bahwa saat menjadi narablog dan bersentuhan dengan dunia digital, kita membawa pekerjaan secara mobile dan tak jarang ada sebuah misscom dengan keluarga terdekat saat kita fokus pada smartphone dan laptop.

  • Belajar Membuat Listicle
 Ini adalah PR banget karena menulis belum terkonsep secara matang dan sering terlewat menyisipkan listicle yang pasti banyak manfaatnya jika diselipkan diantara tulisan kita.
 
  •  Belajar Infografis untuk Mendukung Content
 Siapa yang tidak ingin bisa ber-progress dalam mencapai semua cita-cita dan harapannya? Sama hal nya dengan infografis ini yang sejujurnya masih sangat awam di telingaku namun terus aku coba menggapainya dengan sangat baik dan terealisasi tahun ini.

  •  Membuat Content yang Berfaedah
Ini sungguh PR banget buat aku guys sebagai narablog dalam tujuan ingin mencerdaskan kehidupan bangsa yang saat ini mudah banget tersebar berita hoax. Karena apapun yang kita baca, akan menjadi sebuah pembetukan karakter dan tak jauh dari itu diri kita di masa depan adalah harapan sebuah bangsa Indonesia tercinta ini.

Demikian sebuah cerita panjang tentang semakin bangganya aku menjadi narablog di era digital ini. Aku sungguh bangga menjadi seorang narablog yang tidak hanya karena mendapat pundi-pundi, tapi juga bisa mencetak sejarah karena jika tidak menulis maka akan hilang di peradaban. Dan aku terus percaya bahwa apa yang disadari dari hati terdalam, akan selalu berbuah manis, tak lupa pula untuk terus menikmati proses yang kedatangannya sering membuat kita ingin mengakhiri. Selamat menjadi narablog sebagai rekam jejak digital yang sangat positif. Yang punya blog wajib banget ikutan ini, bisa nambah pertemanan juga semangat dalam menjadi narablog. 
#KompetisiBlogNodi #NarablogEraDigital

6 komentar

  1. Keren kisahnya.. aku jadi ingat, dulu pas SMK ada reuni SD. Dan pada saat tukar kado, aku cuma punya buku cerpen. Akhirnya aku ngadoin cerpen itu buat tukeran kado. Alhasil yang nerima bukannya senang malah manyun, kok dapetnya cerpen. Untung teman lainnya ada yang suka baca, jadi mereka malah tukeran hasil tukeran kado. Wkwk..

    BalasHapus
  2. Kereeen, nanti ajarkan aku cara ngotak ngatik mengganti thema template blog biar makin cuamik kaya punyamu yah ����

    BalasHapus
  3. Grandys, keknya kamu jauh lebih muda dari aku ya ~

    Sukses kompetisi blognya ya
    Btw, aku baru tau loh kalau in bahasa blogger itu narablog, hahaha, katrok banget aku >,<

    BalasHapus
  4. Wah, keren, Kak. Semoga sukses ya. Saya sih masih part-timer aja sebagai narablog. Tapi mungkin aja suatu saat nanti jadi full-timer juga.

    BalasHapus
  5. kalau saya si nulis sebatas hobby
    thx utk sharingnya. konsisten menulis terus ya

    BalasHapus
  6. Ya Allah, ada pula ya kelas menulis yang sampe menipu menjanjikan umrah segala. Rumah Tuhan yang dia jadikan bahan tipuan, Naudzubillah. Semangat membangun blognya, Mba. Mba Damar dan Mba Dian juga sama kerennya ini blognya...

    BalasHapus