Pengalaman Menjadi Korban Banjir Karawang (Antara 2007/2008)

cerita korban banjir
(sesungguhnya setiap musibah ada rasa sayang Allah teramat besar kepad kita. Dokpri)


Halo semua, hari ini aku lagi dilanda rasa-rasa yang sedikit trauma karena saat ini Tangerang dan wilayah sekitarnya khususnya daerah Tangerang Selatan (Ciledug, Serpong, Bintaro) ada kabar mengalami ketinggian air yang cukup membuat teman-teman aku mengungsi.

Banjir menyambut Tahun Baru 2020

Melihat pemandangan dari laman digital, betapa air yang kecoklatan itu lama kelamaan mulai merangsek masuk dan menggenangi wilayah-wilayah dari rumah tersebut untuk bercengkrama bahkan saling berbagi kasih. Namun kini, yang ada semua perabotan yang ada mengambang, mobil-mobil terendam oleh air coklat tersebut dan juga ada mobil mewah yang diseret oleh arus yang tidaklah pelan.

Semuanya kembali pada Allah memang, ya Allah rasanya begitu kecil ya kita sebagai manusia ini, sebagai bukti peringatan bahwa kita hanyalah seonggok daging yang diberikan tujuan oleh Allah untuk tidak bersikap ria, sombong hingga lupa bahwa kita ya adalah hanya daging, ketika diberikan sentilan seperti ini oleh Allah, kita hanya berpasrah dan tidak bisa banyak berbuat.

Ini seperti pengalaman aku waktu menjadi korban banjir

Ya, aku menjadi korban banjir sewaktu aku SMP sekitar kelas 2 tahun 2007-2008 dimana daerahku Rengasdengklok, tepatnya di perumahan aku Kalangsuria yang benar-benar kali itu menjadi daerah yang terkena banjir. Dari arah jalan raya, perumahan aku itu seperti danau, semua tenggelam, yang mana makin ke dalam komplek, lokasinya memang turunan. 

Waktu itu, papah sedang dalam usaha telur asin dan juga sisa-sisa usaha kayu yang merupakan modalnya papah untuk perputaran flow dari keuangan khususnya keuangan keluarga, belum lagi saat itu papah berbisnis dengan orang lain. Yang mana makin lama makin tinggi airnya masuk ke dalam rumah, tidak tau lagi mana yang harus diselamatkan karena berbondong-bondong orang dari belakang juga datengin rumah kita untuk tempat mengungsi, padahal udah pasti rumahku juga terdampak.

Semua telur asin papah, baik yang udah di asin, yang masih mentah dalam beberapa peti, semuanya raib, dan tak sengaja aku injak beberapa telur tersebut dan sampai aku menangis, menjerit dalam hati, ya Allah sabarkan papah dan mamah. Ditambah, usaha mamah papah membuka warung, dimana barang-barang warung juga raib, memang dipakai untuk stock dan membantu orang-orang yang datang waktu itu dan insya Allah kami semua sudah mengikhlaskannya dan selalu yakin Allah akan ganti itu semua.

Menyesakkan...

Masih terpatri dibenakku, juga selain kerugian financial yang entah dialami papah dan mamah waktu itu, keadaan ekonomi keluarga kami yang aku tau masih alhamdulillah membuat kita bisa makan sehari-hari namun aku percaya mamah dan papah tidak berlebih. Terjadi juga sama usaha papah yang kayu, dijarah orang, orang dengan tega dalam keadaan seperti itu masih memanfaatkan keadaan.

Mereka mengambil kayu-kayu tersebut yang merupakan modal papah yang tersisa dan lagi-lagi papah ikhlas dengan semua keadaan tersebut. Kali kedua aku diungsikan menuju Pondok yang ada di Karawang, aku melihat mamah menangis dengan begitu sesenggukannya saat papah ga bisa bareng-bareng ke tempat pengungsian karena harus memastikan rumah aman terlebih dahulu.

Aku yakin, mamah takut dan segala rasa bercampur menjadi satu. Kalo masih ingat, banjir itu menenggelamkan setinggi leher aku yang masih SMP. Kita dipengungsian selama seminggu lebih, dan disitu aku mulai sakit-sakitan, mulai dari batuk pilek sampai suaraku juga habis saking parahnya waktu istirahat dan ngerasain makan dengan sayur kacang panjang dan berat badanku sangat menurun drastis.

Apa saja yang dilakukan pasca mengungsi dan kembali ke rumah?

Ngerasain dimana mencari-cari baju di gundukan baju sumbangan, berebutan sama orang-orang lain juga dan aku berharap semua akan menjadi pelangi disaat badai begitu semuanya berlalu. Saat kepulangan kita ke rumah, barang-barang di rumah berantakan banget di bagian depan rumah, springbed kita semua basah, majalah Bobo aku raib dan basah. 

Barang elektronik saat itu memang belum se-hype sekarang jadi hanya TV aja sih. PR banget buat ngebersihin rumah yang penuh lumpur super bau dan aku muntah-muntah juga pas mulai nyerokkin plus ngepelnya, ditambah di sekolah aku dibully, di ledek-ledek kebanjiran. Semuanya begitu dibersihkan oleh Allah, harta dan benda memang sifatnya sementara dan jika Allah berkehendak untuk membereskan barang-barang kita ini, mencoba untuk semakin ikhlas dan aku salut dengan ketahanan papah dan mamahku. Luuuvvv kalian!

Begitulah, semuanya memang indah pada waktunya dan aku masih ingat ketika aku bilang ke mamah, mah gimana barang-barang kita, katanya biar Allah yang jaga. Semoga semangat buat kita semua ya teman-teman yang sedang mengalami musibah banjir, semoga Allah beri kekuatan dan jaga kesehatan.

2 komentar

  1. Pengalamannya sangat berharga sekali ya kak untuk pribadi, sekaligus buat para pembaca blog ini

    BalasHapus